PESAWAT

Postingan ini diikutkan dalam 8 minggu ngeblog bersama anging mammiri, minggu keenam dengan tema dua sisi.

     Pesawat terbang merupakan pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.  Secara umum peswat udara atau kapal terbang atau cukup disebut dengan pesawat dapat juga didefinisikan sebagai kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara.  Akan tetapi dalam dunia penerbangan istilah pesawat terbang berbeda dengan pesawat udara, istilah pesawat udara jauh lebih luas cakupannya yaitu pesawat terbang dan helikopter (sumber disini)

     Dari pengantar diatas postingan yang diikutkan dalam 8 minggu ngeblog bersama anging mammiri ini akan membahas tentang pesawat terbang yang kita singkat saja menjadi pesawat.  Menjadi penumpang pesawat pertama kali adalah ditahun 2006, tepatnya tanggal 22 Juni 2006 menuju Padang, Sumatera Barat.  Dengan menggunakan pesawat Adam Air yang kala itu masih beroperasi dan ongkosnya pun terjangkau untuk perempuan perantau sepertiku yang belum punya gaji.  Sekalinya keluar pulau Sulawesi langsung ke pulau Sumatera dan naik pesawat lagi. 


     Gimana rasanya naik pesawat ternyata susah diceritakan dengan menggunakan kata – kata, berasa seperti burung saja bisa terbang di atas awan.  Duduk di dekat jendela sambil melihat pemandangan dari atas.  Awalnya sangat deg – degan tapi setelah di angkasa menjadi biasa saja, seperti naik mobil di darat saja.  Agak goyang sedikit jika menabrak awan, tapi itu hanya sebentar saja.  Yang membuat jantung agak berdetak kala itu saat cuaca buruk, semua penumpang diperintahkan untuk memasang sabuk pengaman.  Karena belum tahu bagaimana menggunakan toilet pesawat, jadinya dorongan untuk buang air kecil di tahan saja dulu *katro banget diriku, hiks...


sumber klik disini

     Tapi ada satu peristiwa yang membuatku takut menggunakan pesawat, semua orang pasti tidak akan lupa dengan hilangnya pesawat Adam Air dengan tujuan Surabaya Menado yang melintasi laut Sulawesi, tepatnya perairan di Mamuju.  Sampai sekarang semua penumpang tidak ada yang ditemukan.  Serpihan pesawat ini ditemukan di perairan Barru oleh seorang nelayan bernama Bakri, anak pak Bakri ini atas rekomendasi pak JK bisa bersekolah di SUPM Negeri Bone tanpa test dan bebas biaya –seingatku begitu– tapi tak ada satupun penumpang yang ditemukan.

     Baru – baru inipun pesawat Lion Air terjatuh karena gagal landing, sungguh miris melihatnya di tengah makin perlunya orang menggunakan pesawat untuk menghemat waktu, tapi membuat orang semakin takut untuk menggunakan alat transportasi pesawat.  Menurut seorang dosenku yang juga kakak kelasku waktu kuliah kak Wa Iba  yang saat ini sedang kuliah di Amerika Serikat yang berkomentar di statusku tentang gagal landingnya pesawat Lion Air, beliau mengatakan bahwa pesawat udara adalah alat transportasi yang paling aman.  Mungkin apa yang dikatakan beliau ada benarnya karena tidak sembarang orang yang bisa mengemudikan pesawat ada persyaratan – persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang pilot supaya bisa membawa pesawat.  Bandingkan dengan sopir mobil tidak perlu pakai persyaratan tertentu untuk bisa mengendarainya, yang penting bisa menyetir mobil dan punya SIM. Anak – anak tetanggaku d kompleks masih SD saja sudah pada bisa menyetir mobil, beda banget dengan pesawat, iya khan.

     Seiring dengan meningkatnya kegiatan – kegiatan di kantorku, yang terkadang mengharuskanku ke luar daerah untuk dinas, otomatis menggunakan pesawat sebagai alat transportasi utamanya jika harus ke kota – kota lain yang berada di luar Sumbar. Untuk efisiensi waktu tidak ada jalan lain selain menggunakan pesawat.

     Sebagian orang mungkin menganggap “wah, senang banget bu Aty, bisa kemana – mana pakai pesawat”, tapi seandainya aku bisa bertukar tempat dengan orang yang beranggapan demikian, aku mau kok, dia yang berangkat pakai pesawat biarkan aku tetap di Pariaman bekerja.  Tapi tugas dan tanggung jawab itu tidak bisa di tukar – tukar, iya khan.

     Sebenarnya sejak peristiwa Adam Air itulah, aku mulai fobia terhadap pesawat, bahkan bukan cuman fobia pesawat tapi sudah berubah menjadi fobia ketinggian. Di awal naik pesawat aku senang banget duduk di dekat jendela.  Tapi sekarang TIDAAAKKK MAUUUU LAGIII, lebih baik bertukar tempat duduk dengan orang lain, lebih baik duduk dekat lorong dibanding dekat jendela.



     Ada dua peristiwa yang membuatku kian takut naik pesawat.  Peristiwa pertama adalah saat ada tugas penyusunan soal uji kompetensi keahlian di Jakarta, bersama ketua program keahlian Nautika Perikanan Laut ( NPL ) Capt1 Jani Qadaffi dan ketua program keahlian Teknika Perikanan Laut ( TPL ) serta aku selaku ketua program keahlian Teknologi Budidaya Perikanan ( TBP ), kami berangkat bersama – sama.  Tapi pulangnya hanya tinggal aku dan capt Jani.  Saat itu kami menumpangi pesawat Garuda dari Jakarta ke Padang.  Semua berjalan baik – baik saja saat take off dan berada di angkasa, akan tetapi saat sudah mengudara tepat di atas wilayah Sumatera Selatan, pesawat sudah mulai bergetar karena cuaca buruk.  Getaran – getaran itu terasa sampai saat akan mendarat.  Saat itu Bandara International Minangkabau ( BIM ) Padang sedang diguyur hujan lebat.  Pesawat sedikit demi sedikit turun ke darat, dan saat pesawat landing seolah – olah pesawat akan terbelah dua, saking kuatnya tekanan dari pesawat tersebut.  Bapak yang di sampingku berteriak, diikuti dengan teriakan penumpang lain.  Bagaimana denganku, pastilah aku ikut teriak seperti yang lain, sambil tanganku memegang erat tangan capt Jani, maaf mbak Qonita kekasih idamanmu tak pegang, ini kondisi darurat.  Aku juga megang tangan capt Jani sambil menariknya mau berlari keluar pesawat, nah memang bisa yah, maklum lagi panik tingkat pelangi nusantara.

     Saat posisi mendarat inilah aku langsung teringat dengan pak Habibie, jikalau tidak menciptakan teori dan formula serta faktor Habibie yang dikenal dengan teori Crack Progression, mungkin pesawat yang kami tumpangi akan terbelah dua sebagai akibat dari tekanan udara.  Mungkin agak – agak lebay kali, tapi untuk menyenangkan diriku atas ketakutanku yang sangat berlebihan ini.

     Peristiwa pertama itu makin menguatkan rasa fobiaku, aku boleh pergi kemana – mana tapi pada saat memikirkan naik pesawat membuatku langsung mau muntah, perut melilit, mual pokoknya.  Berbeda dengan bunda Adam saat akan perjalanan dinas, bundanya Adam bingung mencari lokasi hotel atau lokasi yang akan dituju, tapi kalau aku pusing dengan naik pesawatnya, menurutku lebih gampang mencari alamat di darat dibanding harus menunggu sejam lebih di atas pesawat. 

     Setelah peristiwa pertama berlalu dan mulai kulupakan, pada bulan Februari kemarin tepatnya tanggal 27 Februari 2013 dengan menggunakan pesawat Garuda, kembali aku berangkat bareng dengan ketua program keahlian yang lain dalam rangka uji kompetensi keahlian siswa, kegiatan yang sama dengan tahun sebelumnya.  Saat itu pak Ihwan dan pak Rustam juga berangkat tapi menggunakan pesawat Lion Air.  Di monitor pesawat Garuda menunjukkan posisi 55 km akan sampai di tujuan yaitu Bandara Cengkareng, tidak lama lagi landing, hatiku mulai senang.  Tapi apa yang terjadi, pesawat yang kutumpangi itu seolah turpelanting ke bawah, sebelumnya memang seperti menabrak gumpalan awan.  Darahku beku.  Jantungku seolah berhenti.  Nafasku memburu. Wajahku pias tanda ketakutan. Refleks jacket bas2 Amdani ku pegang kuat – kuat karena rasa takut yang menyerangku.  Seluruh tangan dan kakiku dingin. Kutelan ludahku walaupun terasa kelu lidahku.  Rasa takut yang membuatku berteriak.  Tapi sepertinya cuman aku yang berteriak karena si bas dan si capt hanya menertawaiku “tenanglah, bu Aty, kalau kita jatuh khan jatuhnya beramai – ramai” ujar si bas santai dengan tawa yang berderai.  Aku cuman terdiam karena rasa takut, terdiam sampai pesawat landing.  Dan anehnya setelah ketemu dengan pak Ihwan dan pak Rustam di sebuah warung makan di Bogor, mereka juga menceritakan hal yang sama. Tapi Alhamdulillah perjalanan kami selamat sampai tujuan.

     Ternyata setelah mencari di google peristiwa yang kualami adalah turbulensi namanya. Turbulensi tersebut merupakan sebuah keadaan yang ditandai ketidakstabilan dan keacakan pergerakan di setiap skalanya, turbulensi menarik komponen – komponen yang dipengaruhinya ke arah tertentu dan kemudian melepasnya secara tiba – tiba, sehingga menimbulkan guncangan.  Wilayah turbulensi ini dipengaruhi oleh apa yang dinamakan dengan gerakan massa udara ke bawah (sumber disini).  Dan biasanya memang pilot akan menurunkan pesawat yang dikemudikannya sedikit demi sedikit apabila menghadapi cuaca buruk, mungkin untuk menghindari goncangan tersebut.

     Dan sekarang, apakah aku masih takut naik pesawat, sejujurnya iya tapi aku selalu terngiang apa yang dikatakan Dul Piro bahwa kalau sudah di pesawat pasrah saja, serahkan semua pada Allah SWT.  Atau kata – kata bu Rani yang juga mobilitasnya tinggi sebagai faktor Long Distance Relationship a.k.a LDR dengan suaminya dan juga putranya Raffif, “kalau sudah naik pesawat fikirkanlah apa yang akan kita temui di tujuan kita, selebihnya serahkan pada Tuhan”.

 Memulai ketegangan, salah satu perjalananku menuju Jakarta

     Di tengah tugas dan tanggung jawab itulah aku harus menepis rasa takutku sendiri, karena aku tahu tentu tugas dan tanggung jawab yang ku emban lebih beresiko dibanding harus memikirkan rasa takutku sendiri.  Jadi sekarang tetap naik pesawat dan safe flight yah bu Aty.
Bagaimana dengan kalian, takutkah naik pesawat atau biasa saja santai kayak di pantai???

Salam Cinta

Ket 1 Capt : panggilan untuk nahkoda kapal.
       2 Bas   : panggilan untuk kepala kamar mesin di kapal
==================================




postingan ini diikutkan dalam #8 minggu ngeblog  bersama anging mammiri


14 komentar

Damae mengatakan...

yuhuuu.. dame juga punya postingan pertama kali naik pesawat, hihi
rasanyaaa, jangan ditanya pokonyah! ^_^

Aty Elias mengatakan...

awalnya aku justru senang lho damae, tapi setelahnya hmm sesuatu...

Lisa Tjut Ali mengatakan...

awalnya saya juga takut, tapi karena sering berpergian jadi terbiasa

Ade Anita mengatakan...

Waaaaahhhhh.... sempet sempetnya lagi tegng naik pesawat gitu berfoto foto riaaaaaa....hahahaha... btw, kalo aku paling deg degan kalo naik pesawat ama (maaf buat yang trsinggung) orang katro yang asyik aja sms san dan bbman padahal pesawat udah mau take off... iiiihhh... takut salah navigasi aku pilotnya gara gara ulh si katro ini

Aty Elias mengatakan...

mba lisa, nah justru krn sering bepergian lempar jauh2 deh rasa takut, walaupun rasa takut menyiksa tetep tahan diri...

Aty Elias mengatakan...

hahaha, temen yg motret mba sengaja dia bawa kamera, dan itu sebelum take off...wah, banyak tuh yang sering kudengar masih sms-an padahal sudah take off en belum landing dgn sempurna...

Leyla Hana mengatakan...

belum pernah naik pesawat. semoga aja dlm waktu dekat dpt hadiah kuis liburan ke eropa qiqiqi

Aty Elias mengatakan...

aaminn mba leyla, semoga segera terealisasi :D

Anonim mengatakan...

"kalau sudah di pesawat pasrah saja, serahkan semua pada Allah SWT"

Benar sekali, tak ada yang bisa dilakukan dan sebagai kekuatan adalah amal2 dan doa yang terus menerus bergema.....,

semakin canggih dan cepat teknologi, maka perubahan pun semakin cepat terjadi, :)

salam..

Haerul
http://pingplangplong.blogdetik.com

Aty Elias mengatakan...

betul daeng, pokoknya pasrah saja...

Anonim mengatakan...

Naik pesawat bagi saya memang pengalaman yang mengesankan, beberapa kali naik pesawat yang paling memalukan adalah ketika pesawat sudah landing dan para penumpang mulai turun, saya sibuk nyari kantong (maaf) muntah dan hoek...hoek sendiri ditengah kesibukan penumpang lain.

Ya tapi memang segala sesuatunya harus dipasrahkan kepada Allah. Naik pesawat bisa jatuh, naik kapal bisa tenggelam, naik mobil atau motor bisa tabrakan, jalan kaki di trotoar saja bisa ditabrak, diam di rumah pun bisa saja tertimpa pesawat jatuh. Tawakal saja Bu, dan berdoa apapun akhir perjalanan kita semoga khusnul khotimah, aamiin...

Aty Elias mengatakan...

Betul banget dik Aisyah, naik ke tempat tidur pun org bisa meninggal, yah pokokx serahkan pd Allah SWT, aamiin :-)

Santi Dewi mengatakan...

Jadi ikut2an tegang bacanya mba hehehe...

Aty Elias mengatakan...

Hehehehe...bgitulah mba :)