Postingan
ini diikutkan dalam 8 minggu ngeblog bersama anging mammiri, minngu keempat
dengan tema WARNA
Warna
merah mempunyai arti secara psikologis yang hangat dan positif dan warna yang
sangat menarik perhatian, coba saja memakai mukena merah di antara perempuan
yang memakai mukena putih pasti semua orang akan memperhatikan perempuan yang
memakai mukena merah. Warna merah berarti energi, gairah, action, kekuatan dan
kegembiraan. Warna merah itu sendiri
mewakili energi maskulin sedangkan turunan merah yang lebih lembut ‘pink’
terkait dengan energi feminim, tapi warna merah juga bisa diartikan sebagai
kemarahan dan agresivitas, bukankah merah identik dengan warna api nan panas
dan melambangkan kemarahan (sumber klik disini).
Sepertinya
banyak banget yagh orang yang menyukai warna merah karena menunjukkan semangat
yang berapi – api, bahkan bendera kita berwarna merah putih (merah : berani dan
putih : suci). Biasanya orang – orang yang menyukai warna merah memang pribadi
yang sangat hangat dan punya semangat tinggi, begitupun buatku yang tidak
fanatik terhadap satu warna saja, merah pun aku sukai selama barang2 atau baju
itu unyu – unyu pasti ku koleksi kalo punya duit, hehehee...
Aku
bahkan punya baju berwarna merah bergambar garuda di dadaku, yah saking
fanatiknya dengan timnas Indonesia pastilah setiap bertanding jersey timnasku akan
kupakai, walaupun tidak ikut memerahkan Gelora Bung Karno tapi di rumah aku
akan memerahkan rumahku sendiri dengan memakai jersey timnas kebanggaanku, aku
ikut berteriak memberikan semangat bagi punggawa – punggawa timnas Indonesia
kendati aku lebih banyak kecewanya tapi aku tidak pernah lelah memberi semangat
buat timnas Indonesia karena garuda selalu di dada. Aku juga mempunyai beberapa tupperware
berwarna merah, secara tupperwarenya unyu – unyu makanya kubeli *sekali lagi
ini cuman pembelaan, gleekkk...
Garuda di dadaku jersey yang juga terkadang ku pake di hari Sabtu
Tapi
ada satu cerita yang membuatku agak kesal dengan warna merah, yah karena noda
berwarna merah itulah membuat pencapaianku menjadi agak – agak ternoda,
hadeehhh. Dulu waktu jaman sekolah sejak
SD aku selalu masuk 5 besar, bahkan aku sering dapat juara 1 semasa SD sampai
aku pernah dapet hadiah sepeda mini lho waktu kelas 5 SD karena dapat juara 1 di kelas, setiap
malam selain aku belajar juga terus menerus berdo’a, memang kekuatan do’a tiada
taranya ditambah aku sering menitip do’a pada bapak dan mama’ku supaya dikasih
juara 1. Prestasi waktu SD itu agak
mandek di SMP, memang bukan jelek – jelek banget tapi jauh dari target,
menyedihkan bersyukurlah aku masih bisa masuk 5 besar waktu menamatkan
pendidikan di SMP tahu sendiri khan orang tua jaman dulu itu akan bangga jika
nilai anak – anaknya tinggi di sekolah tidak seperti orang tua jaman sekarang,
yang selalu menstimulasi potensi anak – anaknya untuk dikembangkan karena
kecerdasan anak tidak terbatas dari
deretan nilai yang dicapai dan dituliskan di selembar kertas bernama
raport. Buatku membuat bapak dan mama’ku
bangga itu adalah hal yang paling menyenangkan, aku tidak mau melihat bapak dan
mama’ku berwajah cemberut karena nilai – nilaiku yang merosot, makanya aku
selalu berusaha keras supaya bisa menembus posisi 5 besar dan itu berhasil.
Masuk
SPP setingkat SMU aku tidak mau mengendorkan semangatku untuk belajar apalagi
waktu itu aku sudah mulai jatuh cinta dengan teman sekelasku yang orangnya
jenius pastilah aku pengen mengimbanginya dan memperlihatkan padanya kalau aku
nih gak bodoh – bodoh amat *modus banget, hahahah...
Di
SPP inilah jiwa keras kepala dan tukang protesku muncul, setiap aku melihat hal
– hal yang tidak sesuai dengan hati nuraniku dan keadilan tidak berpihak padaku dan teman –
teman maka aku akan segera protes habis – habisan, dan aku tidak pernah peduli
siapa yang ku protes itu, sampai aku pernah hampir digampar sama kepsekku masa
itu karena membela teman – temanku yang kabur karena protes dengan tindakan beberapa
oknum kakak kelas, pernah suatu waktu kakak kelas yang bernama Kak Junaid
memukul tangan kami dengan sapu gara – gara aku yang ribut pada saat diskusi,
halooo apa salah kalau aku ribut karena diskusi, sebenarnya bukan diskusi tapi
adu argumen dengan seorang teman sampe lempar sepatu aku saking kesalnya dan
imbasnya teman – temanku semua dipukuli pake sapu tapi yang bikin aku
kesal saat memukul tangan temanku yang
notabene adalah pacarnya sepertinya tidak bertenaga tuh, wah kesalnya aku minta
ampuuun pengen tak makan tuch kakak kelas rasanya. Sepertinya jiwa tukang protes itu masih
bersemayam sampai sekarang karena aku tidak akan segan – segan mengeluarkan
pendapatku di forum rapat selama itu memperjuangkan apa yang namanya idealisme,
halahhh.
Jiwaku
yang kata orang sedang mencari jati diri kala itu terus berkembang sepertinya
apalagi aku paling senang dengan pelajaran diskusi kebetulan guru – guruku dulu
yang rata – rata master dan doktor itu sangat menyukai metode diskusi, jadilah
aku tiap diskusi pasti rame teman - temanku mengalah kalau diskusi dengan
kelompokku, hehehehe. Sampai – sampai pernah
ada salah satu guru yang masih fresh graduate kuserang dengan banyak pertanyaan
tapi bukan cuman aku sih yang banyak nanya sama tuch guru semua teman – temanku
masalahnya penjelasannya banyak yang melenceng dari hasil praktikum kami
jadilah si ibu guru cantik itu mengundurkan diri dari kelas kami, glekkk *maaf
bu* dan pertanyaanku saat itu sangat sederhana untuk ukuran remaja 17-an
sepertiku tapi bikin perdebatan yang sangat panjang, hahahaha.
Dan
pada suatu waktu sepertinya aku kena batunya, aku masih ingat betul di kelas 2
kala itu untuk pelajaran Teknologi Hasil Perikanan gurunya pak
Johannes J. Ngantung namanya biasa disapa pak John. Sebenarnya metode
mengajarnya amat sangat bagus, tapi menurutku metodenya itu tidak cocok
diterapkan untuk usia sekolah menengah atas, cocoknya untuk anak kuliahan
mungkin karena pak John ini sudah master yah, bahkan sedang sekolah doktor. Hal
itu yang membuatku sedikit bersuara dan ‘protes’ dengan jalan tidak
memperhatikan pelajarannya padahal aku duduk di bangku paling depan, mungkin
pertemuan pertama, kedua, ketiga dan keempat beliau hanya cuek padaku tapi
setelah pertemuan kelima dia mulai muak padaku, dia mengetesku tapi aku mampu
menjawabnya karena sesungguhnya dibalik kecuekanku aku juga mencatat semua
penjelasannya sampai beliau bilang ‘kalau bukan kamu yang keluar dari kelas
ini, saya yang tidak akan mengajar di kelasmu’ mata teman – teman tertuju
padaku tapi sabar teman – teman aku tidak akan mengorbankan kalian, aku memilih
mengambil tas dan keluar dari kelas, gejolak darah mudaku saat itu bergelora
ingin melawan tapi teman – teman menatapku seolah – olah memohon ‘aty jangan
korbankan kami’ it’s okey aku keluar dan hasilnya aku masuk ruang kesiswaan
disidang dan hasilnya lewat negoisasi waka kesiswaan kala itu dan wali kelasku
akhirnya aku boleh ikut ujian saja tidak boleh ikut belajar dengan pak John
karena tidak mau melihatku lagi si keras kepala dan tukang protes, emang gue
pikirin tokh aku bisa meminjam catatan temanku dan aku khan punya pacar jadi bisa
pinjem catatannya, hahahaha.
Raportku saat di SPP ( Sekolah Pertanian Pembangunan )
Aku
memang selalu meminjam buku catatan temanku alhasil catatanku lengkap
barangkali lebih lengkap dari teman – temanku yang lain secara aku
menggabungkan catatan temanku dan pacarku, tahu sendiri pak John tuh kalau menjelaskan
memang benar – benar menjelaskan tidak pake buku pegangan sama sekali, asli
bapak ini memang jenius, sampai – sampai banyak teman – teman yang tidak bisa
mengikuti metode mengajarnya, bagus caranya menjelaskan teramat sangat bagus
sayangnya ada banyak istilah yang teman – teman termasuk aku tidak mengerti
karena bahasanya terlalu tinggi untuk ukuran kami anak kelas 2 SPP (SMU), kalau
teman – teman yang malas bertanya yah cuek saja tapi kalau aku typenya banyak
bertanya kadang nyinyir, kalau jawabannya tidak dapat pada saat itu maka aku
akan bertanya pada guru yang lain, nah sebenarnya itu alasan utamaku kenapa
protes dengan metode mengajarnya. Pada saat
ujian cawu beliau tidak datang tapi soal – soal ujiannya tentu ada karena
systemnya khan ujian Cawu jadi soalnya diperbanyak di sekolah, sungguh aku bisa
menjawab semua pertanyaan – pertanyaan beliau tapi hasilnya Astagfirullah di
raportku bernoda ada angka MERAH-nya sobat, pernahkan ada seorang siswi peringkat
2 di kelas mendapatkan nilai merah, jawabannya pernah itu adalah aku.
Rapotku yang bernoda merah sengaja kubesarkan biar jelas.
Di
cawu berikutnya pun aku masih dibuat ‘terlunta – lunta’ oleh beliau melalui
perjuangan aku bisa ikut di pelajarannya tapi di akhir cawu kembali nilaiku
mesti di’perjuangkan’ wali kelasku karena aku juga protes saat nilaiku berwarna
merah memang belum ditulis di raport tapi wali kelas memanggilku karena
membandingkan dengan nilai – nilaiku yang lain dan akhirnya nilaiku memang berubah
tapi berubah menjadi 6,5 saja padahal aku merasa nilaiku bisa lebih dari itu
tapi sudahlah tokh gurunya sudah sinis begitu padaku, sebenarnya walaupun
nilaiku merah tetap saja peringkatku tetap bertengger di posisi pertama tapi
malu banget peringkat 1 tapi ada nilai merah di raport apa kata dunia. Di kelas 3 akhirnya aku ‘bebas’ yang
mengampuh mata pelajaran TPHP bukan lagi beliau tapi digantikan oleh guru lain
dan hasilnya cukup memuaskan aku bisa mendapatkan nilai 8.
Nilai yang menurutku masih tidak memuaskan
finally, nilai pelajaran THP-ku akhirnya membaik, yessss...pelajaranku berbeda dengan sekolah umum
Akhirnya
sekarang dari noda berwarna merah itulah aku belajar bahwa mengajar itu bukan
hanya transfer ilmu semata, bukan hanya sekedar masuk kelas dan memberikan
pelajaran pada peserta didik tapi menjadi guru bukan hanya sekedar mengajar
tapi juga mendidik, tidak hanya memberikan pelajaran yang kita ampuh tapi harus
memahami psikologis masing – masing peserta didik, peserta didik bukan hanya
sekedar peserta didik tapi jadikan mereka sebagai anak, seorang anak tidak hanya mendengarkan kita
menjelaskan pelajaran tapi seorang anak juga harus didengarkan
pendapatnya. Sejauh ini aku memang ‘galak’
di kelas tapi mau berbagi cerita dengan mereka anak – anakku jika bertandang ke
rumahku, sekedar ngobrol, sharing dan curhat.
Pertanyaannya apa aku pernah di protes sepertinya pernah tapi aku selalu
mengakomodir protes mereka yang kuanggap pendapat mereka kutampung dan
kucarikan solusi bukan malah mengusir mereka walaupun terkadang egoku bermain
apalagi kalau aku lebih dulu masuk kelas dibanding mereka maka tandukku akan
berdiri setelah kusuruh keluar sebentar maka mereka akan kupanggil kembali,
pernahkah aku ngambek di kelas mereka jawabannya pernah tapi aku tidak
meninggalkan mereka aku tetap ada di samping mereka bahkan merasa bersalah
sendiri, satu hal aku selalu meminta maaf pada mereka jika aku merasa bersalah,
bahkan aku pernah di protes karena jawabanku yang tidak sesuai dengan apa yang
mereka baca, tapi maaf kalau menyuruh ibu Aty keluar kelas karena tidak sanggup
menjawab pertanyaan itu bukan bu Aty karena aku selalu belajar dulu sebelum
masuk kelas, hehehehe.
Dari
noda merah di raportku itu aku juga belajar bahwa metode yang digunakan dalam
mengajar itu harus menyesuaikan dengan daya tangkap mereka, yah barangkali di
kelas ada yang pintar dan ada yang biasa – biasa saja, guru boleh lebih pintar
dari muridnya tapi jangan hanya pintar
untuk dirinya sendiri, karena menjadi guru adalah bisa membagi ilmu kepada
siapa saja.
Postingan
ini kubuat dalam rangka HARDIKNAS dan kudedikasikan buat semua guru – guruku,
karena dari merekala aku bisa menjadi seperti sekarang ini dan pada teman –
teman sesama guru jadilah guru yang tidak sekedar mengajar tapi juga mendidik
karena hanya profesi guru-lah yang bisa menciptakan banyak profesi lainnya, dan
ingat kawan menjadi guru berarti kita bisa bermanfaat buat orang lain jangan
cuman menjadi guru untuk mengejar sertifikasi tapi jadilah guru yang sebenarnya
guru.
Postingan ini disertakan dalam # 8 minggu ngeblog bersama anging mammiri
7 komentar
waduuuh... raportnya juga dipajaaang.. warna merah itu percaya diri :-)
...bukti i2 mba leyla, otentik sengaja dibesarin, mudah2an pak gurunya masih ingat dengan siswinya yang keras kepala dan raja protes, hehehehe :D
hehe, syukurlah dulu guruku ga pake warna merah buat nilai dibawah standar, mba :D walo deg-degan juga tiap terima raport, apalagi kalo mapelnya susah xD
Mungkin guruku i2 kesal banget y sm aku, sekarang baru kusadari, bkn apa2 kasihan teman2ku yg suka ngeluh mba ila gr2 mereka g bs nangkap ap yg d ajarkan, tp smw org punya gayax msg2 sih dlm hal mengajar :-)
Setuju banget, Mbak.. guru jangan cuma mengajar tapi mendidik. Dengan mendidik guru berperan juga seperti orang tua, ada rasa memiliki murid-muridnya.
Wah awal baca postingan ini ngikik-ngikik,tapi akhirnya ada makna indah yang disampaikan. Salam kenal, Bu Guru Aty :)
nah i2 dy mba Diah kalo cuman ngajar sih gampang, mendidik i2 yg susah, ..salam kenal balik mba Diah :D
waduh, harusnya guru jangan ngasih nilai merah segimana ga bisa nya seorang murid, punya satu kekurangan, pasti ada kelebihan lain..
kan bisa nambah nilai pakai tugas ..
Posting Komentar