Icip – Icip Rasa Padang Pariaman Part 1 : Budaya Tabuik

     Pariaman merupakan salah satu kabupaten penyanggah dari Propinsi Sumatera Barat karena letaknya yang berbatasan langsung dengan ibukota propinsi Padang.  Wilayah Pariaman yang berjarak 56 km dari Padang dan 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau terbagi atas dua wilayah yaitu Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, karena aku tinggal di daerah kabupaten Padang Pariaman maka rasa lokal  (local flavour) untuk tema 8 minggu ngeblog bersama anging mammiri, minggu kedua,  yang akan di ulas adalah rasa lokal di kabupaten Padang Pariaman walaupun dari sisi budaya kota Paiaman dan kabupaten Padang Pariaman tidak ada perbedaan yang sangat berarti. 


     Padang Pariaman merupakan daerah rantau Minangkabau, artinya di Padang  Pariaman inilah berkumpul bermacam – macam suku dari seluruh penjuru ranah Minang bahkan Indonesia, khan salah satunya aku.  Hal yang unik adalah jika mencari rumah – rumah adat bagonjong di wilayah Padang Pariaman kita tidak akan menemukan karena menurut informasi yang aku dapat dari beberapa teman yang asli orang Minang mengatakan bahwa rumah adat bagonjong ini adanya di wilayah selingkaran gunung Marapi, jadi jika mau melihat rumah adat bagonjong khas Sumbar banyak terdapat di wilayah Solok, Batusangkar, Bukit Tinggi dan Payakumbuh.


Rumah adat Minangkabau (sumber klik disini)


Atap bagonjong biasanya dipakai untuk kantor – kantor instansi pemerintah salah satunya adalah di SUPM Neg. Pariaman, tempatku bekerja

     Salah satu budaya unik di Padang Pariaman adalah acara pesta budaya Tabuik yang dilaksanakan setiap tahun yaitu pada awal bulan Muharram, puncak acaranya adalah setiap tanggal 10 Muharram dimana pada saat hari tersebut dilakukan hoyak tabuik, yaitu mengarak tabuik sampai ke laut dan selanjutnya tabuik akan di buang ke laut, sebenarnya ada banyak rangkaian kegiatan untuk pesta budaya tabuik ini sehingga pelaksanaannya memakan waktu sampai 10 hari mulai 1 Muharram sampai 10 Muharram, setiap hari mulai dari pagi sampai malam hari alun – alun kota yang kebetulan terletak di wilayah kota Pariaman yaitu lapangan Merdeka akan sangat ramai oleh pengunjung, baik dari wilayah Sumbar sendiri sampai ke luar negeri.  Pesta budaya tabuik ini sudah menjadi even pariwisata nasional.


Arak – Arakan atau dikenal dengan Hoyak Tabuik menuju pantai Pariaman

     Pesta budaya tabuik dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu nabi Muhammad yang dipenggal kepalanya di Karbala, Irak sekitar tahun 61 Hijriyah yang bertepatan dengan tahun 680 Masehi,  sehingga banyak orang – orang tua yang menyebutnya Oyak Husen , pesta budaya tabuik ini juga diharapkan mampu menggelorakan semangat umat Islam dalam melawan musuh – musuhya sekaligus sebagai ratapan atas meninggalnya cucu Nabi Muhammad yaitu Husein.


Hoyak Tabuik di Pantai Pariaman (sumber klik disini)

     Sebenarnya ada dua versi tentang asal usul dari tabuik ini, versi pertama mengatakan bahwa tabuik ini berasal dari pedagang Irak yang beraliran Syiah dan menyebarkannya ke wilayah Sumatera sehingga jangan heran jika budaya tabuik ini tersebar di berbagai daerah di Sumatera seperti di Painan, Maninjau, Pidi, Bengkulu, Padang, Pariaman, Banda Aceh dan Meulaboh serta Singkil.

     Sedangkan versi kedua  mengatakan bahwa budaya tabuik ini masuk ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu gelombang pertama melalui sebuah hikayat Muhammad pada tahun 14 M anak nagari atau anak setempat  mempelajari hikayat tersebut kemudian mengaplikasikannya melalui budaya tabuik.  Gelombang kedua masuknya serdadu dari india ke Bengkulu dari suku bangsa Cipei/Sepoy yang notabene adalah penganut Syiah, orang – orang Cipey/Sepoy ini selalu memperingati kematian Husein setiap tahunnya, lama kelamaan ritual ini diikuti oleh masyarakat setempat sehingga tersebar di wilayah Sumatera.  Akan tetapi seiring berjalannya waktu budaya tabuik di wilayah tersebut sudah hilang dan hanya tinggal di Padang Pariaman dan Bengkulu (di Bengkulu budaya tabuik ini dikenal dengan sebutan tabot).


Saking ramenya menyebabkan kemacetan...

     Nah, inilah salah satu keunikan mengapa mesti menjadikan Padang Pariaman sebagai salah satu destinasi wisata, budaya tabuik yang diselenggarakan setiap tahun selalu mengundang banyak wisatawan, antrian yang menyebabkan kemacetan sepertinya para perantau orang Padang Pariaman pada mudik untuk merayakan acara ini.

     Selain wisata budaya tabuik di Padang Pariaman ada banyak budaya lainnya, nah budaya – budaya lainnya akan kita bahas di postingan selanjutnya...


Sebagian besar sumber foto dan data dari rekan seperjuanganku Gestar Rheido 


Salam Cinta...


Postingan ini disertakan dalam # 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri



11 komentar

Unknown mengatakan...

Boleh juga neh,,,semangat trus mpok..

Mugniar mengatakan...

Iya betul, Syiah yang menyiarkan Islam di sini berarti ya terus jadi kebudayaan di Pariaman. Sy dulu sempat ke Sumbar tapi cuma 3 hari (dari Pekanbaru, saya pernah tinggal di Pekanbaru). Sempat pula ke istana Pagaruyung, Bukittinggi, danau Maninjau ... dan .. lupa lagi :)

Baru tahu namanya rumah adat bagonjong ya ...

Aty Elias mengatakan...

semangat gestar, kira2 pemprov pariwisata mau bayar berapa yagh, sudah banyak nie yag ku posting ttg sumbar, hehehehehe :D btw postingan selanjutnya ambo mw ambil adat bajapuiklah yang terakhir baru posting makanan pariaman...mw cari data en foto dulu :D

Aty Elias mengatakan...

iya kk Niar kalo budaya tabuik setahuku i2 cuman kok jadi mirip sedekah laut juga rasanya, tak tahulah :D

wah berarti sudah kemana2 juga kk niar, iya nama rumah adatx gonjong atau bagonjong juga bisaa...

Ila Rizky mengatakan...

waw, khusus ikutan acara ini jadi pada pulang kampung ya, mba aty? jadi penasaran pariaman aslinya seperti apa. pengen ke sana :D

Shaela Mayasari blog mengatakan...

Tanah Minang memang kaya budaya. Semoga kelak bisa berkunjung ke sana. Salam dari Sulawesi

Aty Elias mengatakan...

iya mba ila, jalannya penuh, jujur aku belum pernah ikut acara ini, aslinya penuh orang....makax yg moto2 temanku, hehehehe :D ayo mba ila kesini lah, acarax pas tanggal 10 Muharram :D

Aty Elias mengatakan...

ayo kesini mba Shaela, dsini banyak wisata2 lainnya, bisa wisata kuliner juga kayak diriku ini, hehehehe :D

Artha Amalia mengatakan...

aduuuh senangnyaaaa, saya jadi ingin ke sana. tapi pesawatnya mahal >.< gak jadi deh. untungnya empunya blog udah ceritaaa, jadi gak pena dan saran deh :p

lumayaaaaan buat referensi. siapa tahu nanti ada yang traktir saya ke sana :) seruuu!

Aty Elias mengatakan...

bulan madux ksini ajah mba Litha, kita k bukit tinggi,

Vanisa Desfriani mengatakan...

ooh, baru tahu kalau padang pariaman, dan pariaman itu beda ;p